Hukum
Penanaman Modal : Penanaman Modal dalam Negeri
- Latar belakang, pengertian, dan
ruang lingkup Pengaturan
·
Hal-hal yang melatarbelakangi
didorongnya PMDN
o Penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional adalah untuk
mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan factor yang sangat penting dan
menentukan
o Perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam
negeri dengan cara rehabilitasi pembaharuan, perluasan , pemnbangunan dalam
bidang produksi barang dan jasa
o Perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan
ketentuan-ketentuan yang mendorong investor dalam negeri untuk menanamkan
modalnya di Indonesia
o Dibukanya bidang-bidang usaha yang diperuntukan bagi sector
swasta
o Pembangunan ekonomi selayaknya disandarkan pada kemampuan
rakyat Indonesia sendiri
o Untuk memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki oleh
orang asing
o Penanaman modal (investment), penanaman uang aatau modal
dalam suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dari usaha tsb. Investasi
sebagai wahana dimana dana ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara
atau menaikkan nilai atau memberikan hasil yang positif
o Pasal 1 angka 2 UUPM meneyebutkan bahwa PMDN adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara RI yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri
o Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal dalam negeri
adalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia, Negara RI, atau daerah yang
melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI (Pasal 1 angka 5 UUPM)
o Bidang usaha yang dapat menjadi garapan PMDN adalah semua
bidang usaha yang ada di Indonesia
o Namun ada bidang-bidang yang perlu dipelopori oleh
pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah . midal: yang berkaitan
dengan rahasia dan pertahanan Negara
o PMDN di luar bidang-bidang tersebut dapat diselenggarakan
oleh swasta nasional. Midsal : perikanan,perkebunan, pertanian, telekomunikasi,
jasa umum, perdaganagan umum
o PMDN dapat merupakan sinergi bisnis antara modal Negara dan
modal swasta nasional. Misal: di bidang telekomunikasi,perkebunan
2.
Factor-faktor yang mempengaruhi PMDN
·
Potensi dan karakteristik suatu
daerah
·
Budaya masyarakat
·
Pemanfaatan era otonomi daerah
secara proposional
·
Peta politik daerah dan nasional
·
Kecermatan pemerintah daerah dalam
menentukan kebijakan local dan peraturan daerah yang menciptakan iklim yang
kondusif bagi dunia bisnis dan investasi
3.
Syarat-syarat PMDN
·
Permodalan: menggunakan modal yang
merupakan kekayaan masyarakat Indonesia (Ps 1:1 UU No. 6/1968) baik langsung
maupun tidak langsung
·
Pelaku Investasi : Negara dan swasta
Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau badan hukum
yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia
·
Bidang usaha : semua bidang yang
terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau dirintis oleh pemerintah
·
Perizinan dan perpajakan : memenuhi
perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Antara lain : izin usaha,
lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dll
·
Batas waktu berusaha : merujuk
kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah
·
Tenaga kerja: wajib menggunakan
tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan tertentu belum
dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi ketentuan UU
ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan)
4.
Tata Cara PMDN
·
Keppres No. 29/2004 ttg
penyelenggaraan penanam modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui system
pelayanan satu atap.
o Meningkatkan efektivitas dalam menarik investor, maka perlu
menyederhanakan system pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode
pelayanan satu atap.
o Diundangkan peraturan perundang-undnagan yang berkaitan
dengan otonomi daerah, maka perlu ada kejelasan prosedur pelayanan PMA dan PMDN
·
BKPM. Instansi pemerintah yang
menangani kegiatan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN
·
Pelayanan persetujuan, perizinan,
fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilaksanakan oleh BKPM
berdasarkan pelimpahan kewenagan dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non
Dept yang membina bidang-bidang usaha investasi ybs melalui pelayanan satu atap
·
Gubernur/bupati/walikota sesuai
kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan
fasilitas penanaman modal kepada BKPM melalui system pelayanan satu atap;
·
Kepala BKPM dalam melaksanakan
system pelayanan satu atap berkoordinasi dengan instansi yang membina bidang
usaha penanaman modal
·
Segala penerimaan yang timbul dari
pemberian pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal oleh
BKPM diserahkan kepada isntansi yang membidangi usaha penanaman modal.
(menurut
Rahayu Hartini 9/09) Dengan adanya UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
ini memberikan gambaran terhadap kekuatan liberaisme pasar internasional dalam
sistem perekonomiannya sudah menganut faham liberalisme ekonomi dalam segi
sendi-sendi berjalannya sistem perekonomiannya. Bagi Indonesia karena
ketergantungannya terhadap negara pendonor (rata-rata negara maju) mau tidak
mau harus melapangkan jalan untuk masuknya sistem liberalisme ini menjadi suatu
sistem di Indonesia. Padahal banyak sekali aturan di dalam UU No. 25 tahun 2007
itu yang bertentangan dengan semangat yang ada dalam pasal 33 UUD
1945
dan salah satunya dalam pasal 22 UU No. 25 tahun 2007 yang sudah dianulir
sebagian isi pasalnya oleh Mahkamah Konstitusi (dalam Putusan MK No. 21dan
22/PUU-V/2007, Selasa 25 Maret 2008). Secara prinsip seharusnya dibatalkan saja
peraturan tersebut seperti yang terjadi pada peraturan Komisi Kebenaran dan
Rekonsilisasi (KKR). Secara umum sekarang ini dan yang akan datang, dengan
adanya aturan dari UUPM akan memberikan konflik antar hukum. Hal ini dilihat
dari mekanisme pengaturan undang-undang tersebut yang mencakup berbagai aspek.
Misalkan saja pengaturan tentang badan hukum dari investor, pada masalah
pengaturan tenaga kerja, pembagian wilayah kerja pemerintah pusat dan daerah,
perpajakan, dan lain sebagainya. Dalam bidang pembentukan badan usaha, peluang
terjadinya konflik adalah mengenai mekanisme pembagian berapa prosentase antara
kepemilikan saham dari asing dan lokal tidak diatur secara jelas. Juga
bagaimana mekanisme pembentukan badan usaha luar negeri (asing) yang
berinvestasi di Indonesia yang murni dari pemilikan saham adalah orang/badan
hukum asing yang mana hal ini akan menjadikan penggelapan-penggelapan hukum.